Perempuan Malam Hari

Mereka selalu membicarakannya. Kemana ia akan pergi hari ini, apa yang ia beli untuk makan, berapa gaji yang ia miliki, bagaimana ia memimpin sebuah keluarga seorang diri. Mereka membicarakan hidup orang lain yang tidak mereka kenal seakan akan itu sinetron di sore hari.

piffle
3 min readApr 9, 2016
Perempuan berjalan di malam hari.

Hari ini pun ia pulang larut lagi, diantar sebuah mobil hitam mahal dengan plat merah. Aku ingat betul nomor platnya, karena mobil pemerintahan rata rata hanya memiliki sedikit nomor dan dengan urutan yang menyerupai kata. Ia melambaikan tangannya dan berdiri di tempat hingga mobil itu pergi. Namun saat mobil sudah pergi, ia masih diam di tempat. Ia memiringkan tubuhnya dan tersenyum. Aku baru sadar, lampu kamar masih menyala terang dan aku yang membuka tirai jendela dapat terlihat jelas olehnya. Aku pun tersenyum kecil karena seperti sudah menguntitnya.

Keesokan pagi aku mendapati mereka berkumpul lagi. Salah, mereka selalu berkumpul, entah saat pagi membeli sayuran atau sore saat menyuapi anak mereka yang berlepotan bedak di muka. Aku melenguh saat hendak keluar rumah, karena yakin pasti mereka akan bertanya padaku. Aku menali sepatuku tergesa-gesa di teras dan mencuri dengar percakapan mereka.

“Benar lho, mobilnya mewah sekali. Mereknya aja Leksus. Pak Ipung saya tanya juga bilangnya iya. Duh makin bahaya deh.”

Sekarang mereka bahkan menanyai satpam komplek.

“Ih kok saya jadi seram ya. Ini kan komplek yang beradab. Kalau sampai ada apa apa anak kita pada kena pengaruh dia gimana? Apa coba tanya Pak RT untuk relokasi dia?”

Dipikirnya ini tempat gusuran? Pak RT juga tidak akan main usir kalau tidak ada bukti. Aku mendelikkan mata dan berharap tali sepatu ini cepat rapih.

“Tapi nanti kita dituduh fitnah kalau gak ada bukti! Duh, apa sih yang dipikirkan orang yang menjual rumah ini ke dia. Pekerjaannya aja gak jelas gitu. Perempuan kok kerja malam hari, diantar sama lelaki yang beda terus. Dosa apa saya bisa punya tetangga kayak dia ya..”

Dosa kalian banyak. Membicarakan orang lain, memfitnah, dan mencoba mengusir seseorang yang bahkan belum pernah kalian sapa. Aku selesai menali sepatu dan berangkat pergi. Mereka mencoba menyapa namun aku melengos pergi.

Saat berjalan melewati mereka aku masih mendengar bagaimana ia tidak inginkan dan tidak akan ada yang akan menjadikannya panutan. Mereka mungkin akan mengatainya pelacur secara terang terangan bila anak mereka tidak rewel meminta pulang. Sangat kecil kemungkinan mereka dapat berpikir untuk menggunakan amalan dan mengubah pikiran mereka.

Mengubah pikiran bahwa perempuan itu adalah anak berharga dari ibunya. Bahwa perempuan itu juga merupakan ibu dari kedua anaknya, yang harus ia tinggal bekerja demi nasi dan lauk-pauk di meja makan. Terlepas dari apa pekerjaannya — mungkin ia harus melembur dan gaji shift malam memang lebih besar. Tidakkah mereka — yang seenaknya berbicara lebih tahu hal itu? Mereka sudah menjadi istri, ibu dan memiliki anak. Tidakkah mereka berpikir bagaimana ibu si perempuan itu akan marah dan mengutuk mereka bila tahu anaknya dibicarakan, difitnah sedemikian rupa?
Aku yakin ia akan menangis darah karenanya.

Setidaknya demi Tuhan dan ibu si perempuan, aku tidak akan pernah berdiri, menghirup udara di sekitar mereka — yang membicarakannya. Aku tidak akan membiarkan diriku menyebarkan bau kasatmata yang membusuk dari dalam dan luar diri.

--

--

piffle
piffle

Written by piffle

A woman’s soliloquy writing.

No responses yet